A.
Pengertian
Peraturan
§ Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia :
Peraturan adalah ketentuan yang mengikat warga kelompok
masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalikan tingkah laku yang
sesuai dan diterima: setiap warga masyarakat harus menaati aturan yang berlaku;
atau ukuran, kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai atau
membandingkan sesuatu.
§ Pengertian peraturan secara umum:
Peraturan
adalah sesuatu yang disepakati dan mengikat sekelompok orang/ lembaga dalam
rangka mencapai suatu tujuan dalam hidup bersama.
B.
Pengertian
Regulasi
Regulasi adalah "mengendalikan perilaku manusia atau
masyarakat dengan aturan atau pembatasan". Regulasi dapat dilakukan dengan
berbagai bentuk, misalnya: pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah,
regulasi pengaturan diri oleh suatu industri seperti melalui asosiasi
perdagangan, Regulasi sosial (misalnya norma), co-regulasi dan pasar.
Pada intinya regulasi itu bisa juga diartikan kebijakan
sebagai tindakan preventif, dimana hal tersebut digunakan untuk mencegah
sesuatu yang tidak mungkin terjadi tetapi akan terjadi dimanapun dan kapanpun.
- Perbandingan
Cyber Law
1.1.
Pengertian Cyber Law
Seperti yang telah dijelaskan pada postingan sebelumnya,
bahwa Cyberlaw sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law. Dimna
pengertian dari Cyber Law itu adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia
maya) yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw merupakan aspek
hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang
perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi
internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau
maya.
Cyberlaw
bukan saja keharusan, melainkan sudah merupakan kebutuhan untuk menghadapi
kenyataan yang ada sekarang ini, yaitu dengan banyaknya berlangsung kegiatan
cybercrime.
Berikut
beberapa perbandingan CyberLaw dibeberapa Negara:
- CYBER
LAW NEGARA MALAYSIA :
Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang
disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan
perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda
tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Para Cyberlaw
berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini
praktisi medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari
lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti
konferensi video.
·
Cyber Law Di Malaysia
Cyber Law di Malaysia, antara lain:
– Digital Signature Act
– Computer Crimes Act
– Communications and
Multimedia Act
– Telemedicine Act
– Copyright Amendment Act
– Personal Data Protection
Legislation (Proposed)
– Internal security Act
(ISA)
– Films censorship Act
b.
CYBER
LAW NEGARA SINGAPORE
The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998
untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi
perdagangan elektronik di Singapore.
ETA dibuat dengan tujuan :
·
Memudahkan komunikasi elektronik atas
pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya;
·
Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu
menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan
dan persyaratan tandatangan, untuk menerapkan mengamankan perdagangan
elektronik;
·
Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang
dokumen pemerintah dan perusahaan
·
Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang
sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip,
dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll;
·
Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan
dan mengena pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan
·
Mempromosikan kepercayaan, integritas dan
keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, serta untuk
membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui
penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas
surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Didalam
ETA mencakup :
·
Kontrak Elektronik
Kontrak
elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar
dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki
kepastian hukum.
·
Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan
Mengatur
mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk
melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa,
menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa
jaringan tersebut.
·
Tandatangan dan Arsip elektronik
Hukum
memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik,
karena itu tandatangan dan arsip elektronik harus sah menurut hukum. Di
Singapore masalah tentang privasi,cyber crime, spam, muatan online, copyright, kontrak
elektronik sudah ditetapkan. Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama
domain belum ada rancangannya.
·
Cyber Law Di Singapura
Cyber Law di Singapore, antara
lain:
• Electronic Transaction
Act
• IPR Act
• Computer Misuse Act
• Broadcasting Authority
Act
• Public Entertainment Act
• Banking Act
• Internet Code of
Practice
• Evidence Act (Amendment)
• Unfair Contract Terms
Act
c.
CYBER
LAW NEGARA VIETNAM :
Cyber Law di Negara Vietnam berbanding terbalik dengan apa
yang ada di Negara Singapore, dimana penggunaan nama domain dan kontrak elektronik
di Vietnam sudah ditetapkan oleh pemerintah Vietnam sedangkan untuk masalah
perlindungan konsumen privasi,spam,muatan online,digital copyright dan online dispute
resolution belum mendapat perhatian dari pemerintah sehingga belum ada
rancangannya.
Dinegara seperti Vietnam hukum ini masih sangat rendah
keberadaannya,hal ini dapat dilihat dari hanya sedikit hukum-hukum yang
mengatur masalah cyber,padahal masalah seperti spam,perlindungan
konsumen,privasi,muatan online,digital copyright dan ODR sangat penting
keberadaannya bagi masyarakat yang mungkin merasa dirugikan.
d.
CYBER
LAW NEGARA THAILAND :
Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah
ditetapkan oleh pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi
yang lainnya seperti privasi,spam,digital copyright dan ODR sudah dalalm tahap
rancangan.
e.
CYBERLAW
DI AMERIKA SERIKAT
Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal
dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari
beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh
National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).
Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik
dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA diadopsi oleh
National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL) pada tahun
1999.
·
Secara lengkap Cyber Law di Amerika adalah
sebagai berikut :
– Electronic Signatures in
Global and National Commerce Act
– Uniform Electronic
Transaction Act
– Uniform Computer
Information Transaction Act
– Government Paperwork
Elimination Act
– Electronic Communication
Privacy Act
– Privacy Protection Act
– Fair Credit Reporting
Act
– Right to Financial
Privacy Act
– Computer Fraud and Abuse
Act
– Anti-cyber squatting
consumer protection Act
– Child online protection
Act
– Children’s online
privacy protection Act
– Economic espionage Act
– “No Electronic Theft”
Act
Sejak
itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah
mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk
membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti
retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung
keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak. UETA 1999
membahas diantaranya mengenai :
Pasal 5 : Mengatur penggunaan
dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
Pasal 7 : Memberikan pengakuan
legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak
elektronik.
Pasal 8 : Mengatur informasi
dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
Pasal 9 : Membahas atribusi dan
pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
Pasal 10 : Menentukan
kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi
dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
Pasal 11 : Memungkinkan notaris
publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik,
secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
Pasal 12 : Menyatakan bahwa
kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
Pasal 13 : “Dalam penindakan,
bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena
dalam bentuk elektronik”
Pasal 14 : Mengatur mengenai
transaksi otomatis.
Pasal 15 : Mendefinisikan waktu
dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
Pasal 16: Mengatur mengenai
dokumen yang dipindahtangankan.
- CYBER
LAW DI INDONESIA
Maraknya kejahatan di dunia maya (cyber crime) merupakan
imbas dari kehadiran teknologi informasi (TI), yang di satu sisi diakui telah
memberikan kemudahan-kemudahan kepada manusia. Akibatnya, Indonesia dijuluki
dunia sebagai negara kriminal internet. Oleh karena itu, di Indonesi dikenalkan
sebuah Cyber Law, dimana cyber law di Indonesia yaitu undang–undang tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Di berlakukannya undang-undang
ini, membuat oknum-oknum nakal ketakutan karena denda yang diberikan apabila
melanggar tidak sedikit kira-kira 1 miliar rupiah karena melanggar pasal 27
ayat 1 tentang muatan yang melanggar kesusilaan. sebenarnya UU ITE
(Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) tidak hanya membahas situs
porno atau masalah asusila. Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai
berikut :
·
Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum
yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai
dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas
batas), alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur
dalam KUHP. UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum,
baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki
akibat hukum di Indonesia.
Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII
(pasal 27-37):
-
Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan,
Pemerasan)
-
Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita
Kebencian dan Permusuhan)
-
Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
-
Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin,
Cracking)
-
Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan
Informasi)
-
Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka
Informasi Rahasia)
-
Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja
(DOS)
-
Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik
(phising?)
Cyberspace adalah dunia maya dimana tidak ada lagi batas
ruang dan waktu. Padahal ruang dan waktu seringkali dijadikan acuan hukum. Teknologi digital yang digunakan untuk
mengimplementasikan dunia cyber memiliki kelebihan dalam hal
duplikasi atau regenerasi. Data digital dapat direproduksi dengan sempurna
seperti aslinya tanpa mengurangi kualitas data asilnya. Hal ini sulit dilakukan
dalam teknologi analog, dimana kualitas data asli lebih baik dari duplikatnya.
Sebuah salian (fotocopy) dari dokumen yang ditulis dengan tangan memiliki
kualitas lebih buruk dari aslinya.
2. Computer Crime Act ( malaysia )
Adalah
sebuah undang-undang untuk menyediakan pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan
dengan penyalahgunaan computer di malaysia. CCA diberlakukan pada 1 juni 1997
dan dibuat atas keprihatinan pemerintah Malaysia terhadap pelanggaran dan
penyalahgunaan penggunaan computer dan melengkapi undang-undang yang telah ada.
Dibandingkan
dengan Malaysia dan Singapura, Indonesia tergolong sangat lamban dalam
mengantisipasi perkembangan TI. Sejak 1996, Singapura sudah memiliki beberapa
perangkat hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan TI, di antaranya: “The
Electronic Act 1998, Electric Communication Privacy Act 1996″.
Sedangkan, peraturan undang-undang (UU) TI sudah dimiliki negara jiran Malaysia
sejak tahun 1997, yaitu dengan dikeluarkannya “Computer Crime Act 1997″,
“Digital Signature Act 1997″, serta “Communication and Multimedia Act 1998″.
3. Council of Europe Convention on Cyber crime
(Eropa)
Berbagai upaya telah dipersiapkan untuk memerangi
cybercrime. The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)
telah membuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan
computer-related crime, di mana pada tahun 1986 OECD telah mempublikasikan
laporannya yang berjudul Computer-Related Crime: Analysis of Legal Policy.
Laporan ini berisi hasil survey terhadap peraturan perundang-undangan
Negara-negara Anggota beserta rekomendasi perubahannya dalam menanggulangi
computer-related crime tersebut, yang mana diakui bahwa sistem telekomunikasi
juga memiliki peran penting dalam kejahatan tersebut.
Dari berbagai upaya yang dilakukan tersebut, telah jelas
bahwa cybercrime membutuhkan global action dalam penanggulangannya mengingat
kejahatan tersebut seringkali bersifat transnasional. Beberapa langkah penting
yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime adalah:
·
Melakukan modernisasi hukum pidana nasional
beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang
terkait dengan kejahatan tersebut
·
Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer
nasional sesuai standar internasional
·
Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur
penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan
perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime
·
Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai
masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi
·
Meningkatkan kerjasama antar negara, baik
bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime,
antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties
Pada kesimpulannya bahwa Council of Europe Convention on Cybercrime
itu
merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan
yang tepat dan untuk meningkatkan kerjasama internasional dalam mewujudkan hal
ini.
Sumber :