A. ASAS
DAN TUJUAN
Pasal
2
Telekomunikasi
diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum,
keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal
3
Telekomunikasi
diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa,
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata,
mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan
hubungan antarbangsa.
- PENYELENGGARAAN
enyelenggaraan telekomunikasi harus dapat
melindungi kepentingan dan keamanan negara, mengantisipasi perkembangan
teknologi dan tuntutan global.
Penyelenggaraan telekomunikasi juga harus dilakukan secara professional
dan dapat dipertanggungjawabkan serta memberi kesempatan untuk peran serta
masyarakat.
Sesuai dengan ketentuan Konvensi telekomunikasi
Internasional setiap negara harus memiliki Administrasi Telekomunikasi yang
mewakili Negara yaitu pemerintah dari
negara yang bersangkutan. Di Indonesia yang diberi kewenangan sebagai
Administrasi Telekomunikasi. Tugas dari
Administrasi Telekomunikasi (AT) adalah melaksanakan hak dan kewajiban Konvensi
Telekomunikasi Internasional dan peraturan lainnya antara lain memberi izin
penyelenggaraan telekomunikasi. AT juga
melaksanakan hak dan kewajiban peraturan internasional lainnya seperti
peraturan yang ditetapkan Intelsat (International Telecommunication
Satelite Organization) dan Immarsat (Internasional Maritime
Satelite Organization) serta perjanjian internasional di bidang telekomunikasi
lainnya yang telah diratifikasi Indonesia.
Penyelenggaraan telekomunikasi dapat dibagi menjadi 3 bentuk berdasarkan pasal 7 ayat (1), yaitu :
- penyelenggaraan jaringan telekomunikasi
- penyelenggaraan jasa telekomunikasi
- penyelenggaraan telekomunikasi khusus
pasal 7 ayat (2) : dalam penyelenggaraan telekomunikasi, diperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
- melindungi kepentingan dan keamanan Negara
- mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global
- dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;
- peran serta masyarakat.
Pasal
8
(1) Penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi
sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b dapat
dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan
peraturan perundang- undangan yang berlaku, yaitu:
a. Badan
Usaha Milik Negara (BUMN);
b. Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD);
c. koperasi
(2) Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c dapat dilakukan oleh
:
a. perseorangan
b. instansi
pemerintah
c. badan
hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi.
(3)
Ketentuan mengenai penyelenggaraan
telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
(1)
Penyelenggara jaringan telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dapat menyelenggarakan jasa
telekomunikasi.
(2)
Penyelengara jasa telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dalam menyelenggarakan jasa
telekomunikasi, menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik
penyelenggara jaringan telekomunikasi.
(3)
Penyelenggara telekomunikasi khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dapat menyelenggarakan
telekomunikasi untuk :
a. keperluan
sendiri
b. keperluan
pertahanan keamanan negara;
c. keperluan
penyiaran
(4)
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri dari penyelenggaraan
telekomunikasi untuk keperluan:
a. perseorangan
b. instansi
pemerintah
c.dinas
khusus
d. badan
hokum
(5)
Ketentuan mengenai persyaratan
penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- Hak, kewajiban serta Larangan dalam Penyelenggara Telekomunikasi
1. Hak Penyelenggara dan pengguna
telekomunikasi
Untuk kemudahanan, pengoperasian dan atau
pemeliharaan jaringan telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi diberi
kemudahan untuk memanfaatkan dan atau melintasi batas yang dikuasai pemerintah.
Pemanfaatan dan pelintasan tersebut dapat berupa pelintasan bangunan &
tanah negara, suangai, danau, laut (permukaan dan dasar). Dari sisi pengguna
telekomunikasi, haruslah memperoleh hak yang sama untuk dapat menggunakan atau
memperoleh fasilitas yang sama dalam penggunaan jaringan telekomunikasi dan
jasa telekomunikasi dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Kewajiban Penyelenggara
Telekomunikasi
Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi
wajib :
-
menyediakan pelayanan yang
sebaik-baiknya kepada semua pengguna
-
meningkatkan efisuensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi
-
memenuhi standar pelayanan
serta standar penyediaan sarana dan prasarana
-
mencatat / merekam secara
rinci pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna (untuk
penyelenggara jasa telekomunikasi)
-
menjamin kebebasan
penggunaanya untuk memilih jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan
kebutuhan telekomunikasi (untuk penyelenggara jaringan telekomunikasi)
-
memberikan prioritas untuk
pengiriman, penyaluran, penyampaian informasi penting yang menyangkut keamanan
negara, keselamatan jiwa manusia dan harta benda, bencana alam, marabahaya dan
atau wabah penyakit.
-
Membayar biaya oenyelenggaraab
telekomunikasi dengan prosentase pendapatan.
3. Larangan dalam rangka
penyelenggaraan telekomunikasi
Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan
kegiatan usaha yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan,
atau ketertiban umum. Selain itu setiap
orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak / tidak sah / memanipulasi akses
ke 3 bentuk penyelenggaraan telekomunikasi (jaringan, jasa & khusus)
- Biaya hak penyelenggaraan dan tariff
a.
Biaya hak penyelenggaraan
Semua penyelenggara jaringan telekomunikasi
dan/atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib membayar biaya hak
penyelenggaraan telekomunikasi yang diambil dari prosentase pendapatan dan
menjadi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disetor ke Kas Negara..
b.
Tarif
Susunan tarif penyelenggaraan jaringan dan/atau
jasa telekomunikasi diatur pleh PP yang meliputi struktur dan jenis
tariff. Struktur tariff terdiri dari :
(1) biaya pasang baru (aktivasi) ; (2) biaya berlangganan bulanan; (3) biaya
jasa penggunaan ; (4) biaya jasa tambahan (feature).
Formula atau pola perhitungan besaran tariff yang
ditetapkan oleh pemerintah terdiri dari formula tariff awal dan formula tariff
perubahan. Untuk menetapkan formula tariff awal harus memperhatikan
komponen biaya sedangkan untuk menetapkan formula besaran tariff
perubahan diperhatikan juga antara lain factor inflasi, kemampuan masyarakat,
dan kesinambungan pembangunan telekomunikasi.
- PENYIDIKAN
Pasal
44
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
b. melakukan pemeriksaan terhadap
orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang
telekomunikasi;
c. menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang
menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau
tersangka;
e. melakukan pemeriksaan alat dan
atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan
dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
f. menggeledah tempat yang diduga
digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
g. menyegel dan atau menyita alat
dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan
dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang telekomunikasi; dan
i. mengadakan penghentian
penyidikan.
(3) Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
- SANKSI ADMINISTRASI
Pasal
45
Barang
siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal
21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 29 ayat (2),
Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2), Pasal 34 ayat (1), atau Pasal 34 ayat (2)
dikenai sanksi administrasi.
Pasal
46
(1) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa
pencabutan izin.
(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
diberi peringatan tertulis.
- KETENTUAN PIDANA
Pasal 47
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling
banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 48
Penyelenggara
jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau
denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 49
Penyelenggara
telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling
banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 50
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah).
Pasal 51
Penyelenggara
telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama
4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta
rupiah).
Pasal 52
Barang
siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan atau menggunakan perangkat
telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 53
1) Barang siapa
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau
Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan atau denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
2) Apabila tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 54
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2)
atau Pasal 36 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 55
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 56
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun.
Pasal 57
Penyelenggara
jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau
denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 58
Alat
dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52 atau Pasal 56 dirampas untuk negara
dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 59
Perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51,
Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 57 adalah
kejahatan.
elib.unikom.ac.id/download.php?id=104817
0 komentar:
Posting Komentar